Olahraga seperti sepakbola,  futsal, badminton, tenis, lari atletik termasuk contoh olahraga keras  karena mempunyai gerakan-gerakan eksplosif yang bisa cepat menaikkan  denyut nadi.
Agar tidak menimbulkan bahaya  pada tubuh sesuaikan olahraga tersebut dengan dosis dan umur Anda.
Dokter olahraga yang sudah  malang melintang menangani PSSI dan KONI DR.med.Suhantoro, SpKO, FACSM  (K) mengatakan olahraga bisa menimbulkan masalah jika dilakukan tidak  sesuai dosis, jenis olahraga dan umur.
'Orang banyak yang mengabaikan  soal dosis olaharaga yang aman sesuai umur, sehingga banyak kasus orang  yang meninggal setelah olahraga,' kata DR Suhantoro dalam  perbincangannya dengan detikHealth.
Ketika orang masih berusia 20-25  tahun atau sampai maksimal 30 tahun, tubuh masih bisa melakukan  kompensasi terhadap kegiatan olahraga yang berat.
Tapi ketika usia seseorang sudah  di atas 30 tahun maka orang perlu mengetahui dosis dan jenis olahraga  yang aman sesuai usianya.
Saat berolahraga, kata DR  Suhantoro, detak jantung, tekanan darah sistolik (atas), dan cardiac  output (jumlah darah yang dipompa per denyut jantung) semua mengalami  peningkatan.
Aliran darah ke jantung, otot,  dan kulit juga meningkat. Akibatnya, metabolisme tubuh menjadi lebih  aktif memproduksi CO2 (karbondioksida/oksida asam) dan H+ (ion proton)  pada otot.
Akhirnya orang akan bernapas  lebih cepat dan lebih dalam untuk memasok oksigen lebih banyak karena  metabolisme yang meningkat ini.
Tapi olahraga berat itu membuat  metabolisme tubuh tidak bisa lagi hanya mengandalkan pasokan oksigen  tapi menggunakan proses biokimia.
Proses biokimia ini menghasilkan  asam laktat yang kemudian memasuki aliran darah. Penumpukan asam laktat  ini akan membuat tubuh merasa capek saat olahraga.
Kadar oksigen juga menurun  akibat penumpukan karbondioksida dalam darah. Jika oksigen turun maka  sel-sel tubuh akan mati.
'Jadi ada miliaran darah mati  saat orang berolahraga, karena saat olahraga tubuh orang akan menjadi  asam, Ph akan menjadi sekitar 6,7-6,8. Padahal tubuh itu harus dalam  kondisi basa yaitu Ph 7,' ungkap DR Suhantoro.
Ada ancaman kematian jika Ph  tubuh saat olahraga akibat kecapekan mencapai Ph 6,3. Inilah yang  menyebabkan terjadi kram otot dan kram jantung yang membuat banyak orang  terkena serangan jantung setelah berolahraga.
Tubuh perlu waktu sekitar 30  menit untuk menetralkan asam ini dengan cara istirahat. 'Maka itu jika  tubuh sudah ngos-ngosan sebaiknya istirahat dulu, jangan dipaksakan  berlari terus ini untuk recovery,' kata dokter Suhantoro yang kini  berusia 67 tahun.
Bagaimana dosis olahraga yang  aman?
Menurut DR Suhantoro cara yang  aman adalah mengukur denyut nadi maksimal (DNM).
DNM adalah denyut nadi maksimal  yang dihitung berdasarkan rumusan DNM = 220 - Umur, kemudian dikalikan  dengan intensitas membakar lemak 60-70 persen DNM.
DR Suhantoro mencontohkan orang  yang berusia 40 tahun maka DNM saat ia berolahraga adalah 220 - 40 =  180. Kemudian angka 180 dikalikan dengan 60 persen untuk batas ringan  dan 70 persen untuk batas atas yang hasilnya 108-126 per menit.
Dengan mengetahui denyut nadi  tersebut, maka orang yang berusia 40 tahun harus berhenti sejenak dari  olahraganya ketika denyut nadinya sudah melampaui 126 per menit. Jika  masih dipaksakan yang terjadi adalah kram jantung yang membuat serangan  jantung.
Untuk menghitung denyut jantung  bisa dengan cara menghitung nadi di dekat tangan atau yang lebih praktis  memakai jam yang ada detak jantungnya.
'Sekali lagi perlu diperhatikan  kondisi denyut jantung saat berolahraga jangan sampai melebihi batas  maksimal yang bisa membahayakan jantung,' ingat Dr Suhantoro.
Jika sudah merasa melampaui  dosis saat lari di futsal misalnya, berikan saja bola-bola itu ke orang  lain yang masih kuat. Satu lagi saat istirahat minumlah air dengan suhu  15-16 derajat atau minuman manis dengan kadar gula 2,5-5 persen.
'Minuman yang terlalu dingin  akan sulit diabsorb tubuh karena suhu tubuh setelah olahraga sedang  dalam kondisi panas,' jelas Dr Suhantoro